KisahSiao Bao dan Paku. 3 years ago. Siao Bao, nama bocah laki-laki yang sebenarnya pintar tapi suka marah-marah. Sebagai anak satu-satunya, perilaku Siao Bao kadang manja dan semaunya. Berturut-turut beberapa hari kemudian, selalu terdengar suara palu dipukul. Betul, itu memang suara paku yang ditancapkan Siao Bao, sambil berhitung
TinggalkanKomentar / Kisah Inspiratif / Oleh bikincantik.id. Setiap organisasi mengalami semacam pemborosan. Kita banyak mendengar cerita-cerita tentang pemerintah yang membeli palu dan paku puluhan jutaan rupiah . Kadang-kadang kita menertawakan persoalan ini, tetapi pada akhirnya persoalan-persoalan ini sangat penting bagi kita.
G4XG. Tahqiq“...tidak dituturkan Yudhistira hobinya makan apa, berapa panjang dan luas ranjang tidurnya Bima, apalagi para raksasa. Ketika Kresna tiwikrama, tinggi badannya menggunung sampai seberapa besar dan tinggi....”“Andaikan yang saya tulis ini skenario teater atau film pun”, Seger meneruskan bantahannya, “adegan makan mandi main gaple atau apapun saja hanya dipresentasikan tidak karena makan minum mandi dan gaple itu sendiri, melainkan karena ia berada di benang merah temanya. Bukan mandinya yang dishooting, melainkan sesuatu yang disampaikan oleh peristiwa mandi itu”.“Ya ya ya. Pakde paham…”, Brakodin mencoba menjelaskan maksudnya, “Pakde hanya menekankan soal kelelahan. Pakde tidak menuntut Seger menuliskan segala sesuatu sampai lengkap sebagaimana gambar besar kehidupan yang sedang kita jalani. Pakde, sekali lagi, hanya tersandung oleh tema kelelahan….”“Ya jangan lelah, Pakde”, Jitul tertawa lagi. “Lelah kok tidak boleh to Nak. Ya bilang sana sama si Lelah, jangan boleh dekat-dekat ke Pakde….”Jitul ikut tertawa. “Saya dulu tamat SMA ikut test masuk sebuah Universitas terkenal di Yogya dan ditolak. Saya lapor ke Kepala Sekolah bahwa saya ditolak. Pak Kepsek bilang Lhooo mbok diterimaaaa’….”Tarmihim nimbrung. “Kalau kalian kelak melamar calon istri dan ditolak oleh calon Mertua, bilang Lhooooo mbok diterimaaaa’….”“Sekalian saja Pakde”, Junit tak mau kalah, “kalau shalat kita, sujud kita, hidup mati kita tidak diterima oleh Allah, kita angkat tangan tinggi-tinggi Lhoooo mbok diterimaaaa’….”Brakodin serius meneruskan jawabannya kepada Seger.“Pakde juga kan tahu untuk tidak menuntut Seger sampai mencatat hal-hal sejauh itu. Semua kisah wayang, baik di buku maupun dalam pentas para Dalang, kan juga tidak dituturkan Yudhistira hobinya makan apa, berapa panjang dan luas ranjang tidurnya Bima, apalagi para raksasa. Ketika Kresna tiwikrama, tinggi badannya menggunung sampai seberapa besar dan tinggi. Apakah di Kraton Amarta ada pegawai khusus yang membikin pakaian dengan segala aksesorisnya yang luar biasa itu. Bahkan tidak ada adegan dalam kisah pewayangan yang menggambarkan pasar, warung, apalagi toko dan Mal. Dan ada beribu-ribu warna kehidupan yang tidak mungkin digambarkan oleh sebuah catatan, meskipun catatan itu adalah sebuah buku besar….”Seger membantah. “Lha kenapa Pakde mempersoalkan bahwa kelak yang membaca catatan saya akan kelelahan?”“Kan Pakde sudah bilang Pakde sedang diserimpet oleh kelelahan. Orang yang lelah tema utamanya adalah kelelahan”“Kita kan juga hanya tahunya Nabi Nuh bikin perahu besar. Tapi kita tidak punya bahan tentang tingkat teknologi yang dipakai saat itu. Jangankan alat-alat berat yang diperlukan untuk membikin Bahtera Raksasa yang memuat ribuan pasang binatang dan ratusan manusia. Termasuk tingkat eksplorasi teknologi Nabi Nuh tentang logam-logam. Sedangkan palu dan paku Kapal besar itu saja tidak bisa kita bayangkan, karena tidak ada bahan kepustakaannya. Bahkan tak bisa kita bayangkan Nabi Nuh sibuk membawa gergaji, palu, mur baut, dan berbagai perangkat pertukangan dan teknologi lain. Bahan-bahan yang diinformasikan tentang Nabi Nuh hanya tauhid, Islam, kafir, durhaka kepada orangtua….”Brakodin terkekeh-kekeh lagi mendengar uraian Seger.“Lha iya Nak Seger”, katanya, “kita tidak berada pada posisi untuk berdebat tentang apapun”“Tapi ini mengasyikkan, Pakde”, Jitul menyahut.“Kok mengasyikkan?”, Tarmihim yang bertanya.“Kita tidak pernah mempelajari evolusi ilmu, budaya, dan teknologi Nabi Adam dan Ibunda Hawa. Ketika beliau berdua dipertemukan oleh Allah pasti tidak dalam keadaan bertelanjang badan, karena Allah sudah menganugerahkan pada kedua beliau naluri untuk menutupi aurat. Mungkin pakai dedaunan, atau kulit kayu atau entah apa. Tapi dari hari ke hari kan para Malaikat membimbing beliau berdua untuk berijtihad, bikin bid’ah pakaian, dan apa saja yang diperlukan secara fisik….”“Bahkan pasti ada tahap-tahap evolusi kuliner pada kehidupan beliau berdua”, Jitul menyahut, “Kan belum ada warung-warung dan industri kuliner. Tidak ada toko fashion. Pasti sangat menyenangkan menyaksikan bagaimana evolusi budaya pada kedua beliau berdua itu berlangsung. Tidurnya di mana dan pakai apa. Makan minumnya apa dan bagaimana….”“Kemudian para Malaikat menuntun mereka untuk berlaku sebagai suami istri”, Toling tak mau kalah, “ketika Ibunda Hawa melahirkan putra pertama, Mas Habil, kan menarik untuk diteliti. Tidak mungkin dibawa ke Rumah Sakit atau memanggil dukun bayi. Jadi pasti Bapak Adam adalah dukun bayi pertama yang kecerdasan dan kepekaannya luar biasa….”.
Pada suatu hari ada seorang murid mendatangi guru. Dia sering tidak bisa menahan diri untuk berkata kasar dan marah-marah setiap kali melihat ada hal yang menurutnya salah. Apalagi terhadap orang yang tidak disukainya, dia pasti marah-marah walaupun untuk urusan kecil. Dia menyesal setiap kali sadar setelah kemarahannya reda. Dia merasa sedih karena tidak bisa menahan amarahnya. Oleh karena itu dia minta nasihat kepada guru. Oleh guru kemudian dia disarankan untuk menyiapkan palu dan paku besar di rumah. Setiap kali sadar sedang marah atau berkata kasar, dia harus segera menghentikannya dan kemudian memakukan sebuah paku ke pagar. Setiap malam dia diminta sang guru datang kepada sang guru untuk menceritakan pengalamannya hari itu. Dia menerima nasihat guru itu dan bertekad untuk melaksanakannya. “Berapa paku yang kau tancapkan hari ini?” tanya sang guru “Dua puluh paku guru,” jawabnya dengan menunduk sedih. Dia baru menyadari bahwa hampir setiap jam dia melakukan kesalahan yang tak dikehendakinya. Guru tak memberikan komentar apa-apa. Dia hanya meninta untuk meneruskan kegiatan itu dan kembali lagi minggu depan. Satu minggu kemudian dia datang kepada guru dengan wajah bersei-seri. “Terima kasih guru atas nasihatnya. Sedikit demi sedikit aku bisa mengurangi paku yang aku tancapkan di pagar.” Katanya dengan gembira. “Dan akhirnya hari ini aku sama sekali tidak marah dan tak berucap kasar, sehingga tak ada satu pun paku yang aku tancapkan hari ini.” “Bagus sekali,” kata sang guru menyambut ceritanya dengan bahagia , senang melihat kebulatan tekad muridnya untuk memperbaiki dirinya. “Nah, untuk setiap hari dimana kamu bisa menahan amarahmu, kamu boleh mencabut satu paku yang tertancap di pagar itu.” Hari-demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu. Sampai suatu ketika murid datang lagi kepada guru. “Guru akhirnya aku berhasil mencabut semua paku.” “Bagus sekali,” kata guru. “Luar biasa sekali yang kamu lakukan.” Boleh kita kerumahmu untuk melihat apa yang sudah kamu lakukan selama ini?” “Tentu saja guru.” Lalu berjalanlah mereka semua ke rumah murid. Mereka berdua memandangi pagar yang bersih tanpa paku. Tetapi pagar itu terlihat buruk karena banyak lubang-lubang bekas paku. “Anakku,” kata sang guru. “Kamu sudah berhasil melakukan hal yang luar biasa dengan mengalahkan kemarahanmu. Tapi kamu juga perlu tahu tentang apa-apa yang selama ini sudah kamu lakukan dengan kemarahan dan kata-katamu. Ketika kamu menyatakan kemarahanmu dan kata-kata yang menyakiti orang lain, maka sesungguhnya kamu telah menancapkan paku pada hati orang lain. Tak ada bedanya kemarahan yang kamu sengaja ataupun tidak kamu sengaja, keduanya berakibat buruk kepada orang lain.” “Tak cukup bagimu sekedar menyesali diri dan meminta ampun kepada Tuhan. dan permintaan maafmu kepada orang yang telah kamu sakiti adalah ibarat mencabut paku yang telah kamu tancapkan. Tetapi kamu lihat, mencabut paku pun tak berarti luka yang kamu akibatkan itu telah sirna. Lubang luka itu tetap ada dan harus di sembuhkan. Oleh karena itu jangan sekali-kali meremehkan kemarahan atau kata-kata burukmu kepada orang lain. Luka karena kata-kata sama buruknya dengan luka akibat benda fisik. Dinarasikan ulang oleh Sumardiono, penulis asli tak diketahui
Pace satu de Meningal karena de pu kaki kena Paku trus infeksi makanya de is dead....!!Pas mo pemakaman, kasihan de pu Istri menangis sedih skali baru bilang...Sayang...Aduh..Sa Sayang ko skali ehhh...Masa karena kena Paku saja ko Meningal....Sa saja yang tiap hari ko Paku trapapa baru...trus ko su trada begini nanti klo malam siapa yang Mo Paku-Paku saya lagi..!! Kalo ko suka mob diatas, ko juga pasti suka baca mob di bawa ini,